tajam terpercaya

Ekonomi NTB Minus 1,47 Persen, Mendagri Tito Minta Evaluasi Total

Gubernur Iqbal Didorong Tingkatkan Kinerja, Proyek Pemerintah dan Ekspor Tambang Jadi Sorotan

Selasa, 27 Mei 2026 

3628279735105432 google.com, pub-3628279735105432, DIRECT, f08c47fec0942fa0

MATARAM, — Pertumbuhan ekonomi Nusa Tenggara Barat (NTB) tercatat mengalami kontraksi sebesar minus 1,47 persen pada triwulan I 2025 secara tahunan (year-on-year). Angka ini menunjukkan kemunduran signifikan, menjadikan NTB sebagai salah satu dari dua provinsi di Indonesia yang mengalami pertumbuhan ekonomi negatif.

Baca:CPNS Jalur Cumlaude 2025: Peluang Emas Lulusan Terbaik Lolos Tanpa Saingan Ketat

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyampaikan keprihatinannya atas capaian tersebut dan meminta Pemerintah Provinsi NTB melakukan evaluasi menyeluruh terhadap arah pembangunan daerah.

“NTB ini hanya mengelola dua pulau besar, tapi kok bisa minus? Saya belum habis pikir,” kata Tito saat memberi peringatan dalam rapat koordinasi nasional, Senin (26/5/2026).
“Kalau NTB minus, ini sinyal bahaya. Harus ada evaluasi total,” tegasnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) NTB mencatat bahwa penyebab utama kontraksi adalah nihilnya aktivitas ekspor tambang serta rendahnya realisasi anggaran belanja daerah di awal tahun. Kepala BPS NTB Wahyudin menjelaskan bahwa sektor pertambangan, khususnya ekspor konsentrat tembaga dan emas, selama ini menjadi penopang utama perekonomian NTB.

“Ketiadaan ekspor tambang pada triwulan I sangat memukul. Di sisi lain, belanja proyek APBD masih sangat minim,” ujar Wahyudin, Senin (5/5/2025).

Baca:Pendaftaran CPNS 2025 Resmi Dibuka Juli: Syarat, Jadwal, Link Resmi, dan Contoh Soal Tes

Di sisi lain, Gubernur NTB H. Iqbal saat dikonfirmasi menyatakan bahwa pihaknya tengah menyiapkan strategi pemulihan berbasis sektor non-tambang melalui program NTB Agromaritim.

“Kami tidak ingin bergantung pada tambang. Kami dorong sektor perikanan, peternakan, pertanian, dan hilirisasi UMKM,” kata Iqbal.

Namun demikian, pengamat ekonomi dari Universitas Mataram, Dr. Heri Setiawan, menilai langkah diversifikasi ini masih lambat terealisasi.

“Struktur ekonomi NTB masih sangat rapuh karena terlalu tergantung pada satu sektor. Begitu tambang berhenti ekspor, langsung kolaps,” katanya.

Dalam catatan BPS, secara kuartalan (quarter-to-quarter), ekonomi NTB juga mengalami kontraksi sebesar 2,32 persen dibandingkan triwulan sebelumnya.

Langkah cepat perbaikan kinerja anggaran serta percepatan proyek infrastruktur dinilai menjadi kunci pemulihan. Pemerintah pusat diharapkan turut membantu percepatan distribusi dana dan mendorong investasi di luar sektor pertambangan.

Sumber: