Liputanntb.com – Pendidikan. “Kenapa harus ada PPG? Bukankah kami sudah belajar empat tahun di bangku kuliah untuk jadi guru?”
Pertanyaan ini kerap muncul di benak para lulusan baru program sarjana kependidikan. Bagi sebagian calon guru, Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) terasa seperti pengulangan sebuah tahap tambahan yang melelahkan, memakan waktu, bahkan biaya. Apakah PPG sebatas proyek semata atau memang bagian dari proses membentuk guru profesional?
PPG: Sekadar Formalitas atau Wujud Profesi Guru yang Sesungguhnya?
Menurut Hasbi, kandidat doktor Ilmu Pendidikan, “Calon guru sejatinya telah mengkaji teori pendidikan, pedagogik, dan praktek lapangan selama minimal empat tahun. Maka pertanyaan kritis terhadap PPG adalah hal yang wajar. Namun, di sinilah pentingnya menguji ulang: apakah kuliah sarjana sudah cukup untuk memastikan kompetensi guru di lapangan?”
Hasbi menilai, sistem pendidikan guru di Indonesia masih dalam tahap mencari bentuk terbaik. Di satu sisi, lulusan S1 telah mengantongi teori dan praktik dasar kependidikan. Namun, di sisi lain, banyak pengajar baru yang gagap saat benar-benar berada di ruang kelas—berhadapan dengan karakter siswa yang beragam, tekanan administratif, hingga tantangan digitalisasi pendidikan.
“PPG bukan proyek dadakan, tapi bisa jadi peluang bagi calon guru untuk mengalami tahap penempaan akhir sebelum benar-benar mengajar,” tegas Hasbi.
Dilansir laman berita lain, Kritik dan harapan terhadap PPG juga disuarakan berbagai tokoh dan lembaga. Salah satunya dari Prof. Dr. Nunuk Suryani, Dirjen GTK Kemendikbudristek, yang pernah menyatakan:
“PPG bukan semata-mata formalitas, tapi bentuk rekognisi profesi guru. Profesi guru tidak cukup hanya S1, seperti halnya dokter yang harus melewati tahap profesi sebelum praktik.”
Sementara itu, guru senior dan pemerhati pendidikan, M. Syahrul, mengatakan:
“Saya paham keresahan generasi muda, tapi PPG justru ruang reflektif. Dulu kami belajar mengajar langsung di kelas, kadang tanpa bimbingan. Sekarang, negara hadir lewat PPG agar guru punya kesiapan yang lebih matang.”
Perspektif Baru untuk Lulusan Baru
Alih-alih melihat PPG sebagai penghalang, para lulusan baru dapat memaknainya sebagai filter dan akselerator. Bukan hanya sebagai pintu menuju sertifikasi dan tunjangan profesi, tetapi juga sebagai ruang pendewasaan menguji kesiapan bukan sekadar akademik, tapi mental, etika, dan kepemimpinan di kelas.
Dalam konteks Indonesia yang terus membenahi mutu pendidikan, guru bukan lagi hanya pengajar, tapi pemimpin pembelajaran. Dan untuk itu, penguatan profesionalisme memang perlu dilakukan secara bertahap dan sistematis.
