*Oleh : Tuaq Senun*
Pengamat dan Pemerhati Bank Subuh
Beberapa waktu lalu, publik NTB dikejutkan dengan pernyataan Gubernur yang membuka ke ruang publik persoalan peretasan sistem IT Bank NTB Syariah. Padahal sebelumnya, isu ini dijaga rapat-rapat demi menjaga stabilitas kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan daerah. Namun entah kenapa, sang Gubernur justru menjadi pihak yang pertama kali mempublikasikan persoalan ini secara terbuka.
Reaksi publik pun beragam, cenderung mengarah pada kritik keras. Manajemen IT Bank NTB disorot, bahkan ada tekanan agar kepala divisi terkait diganti. Gubernur sendiri mengumumkan akan melakukan audit forensik, dan langkah ini mendapat dukungan penuh dari barisan pendukungnya.
Hari ini, waktu berjalan. Apa kabar hasil audit forensik yang heboh itu ? Menurut sumber terpercaya , meskipun enggan disebutkan identitasnya, hasil audit forensik sudah selesai dan menyimpulkan bahwa tidak ada kebocoran dari internal Bank NTBS, tidak ditemukan fraud, dan gangguan justru bersumber dari eksternal vendor. Singkatnya: Bank NTB tidak bersalah.
Lantas, timbul pertanyaan krusial:
Kenapa ini sepi publikasi? Apakah karena hasilnya tidak menggembirakan bagi pencipta kegaduhan bank ntb saat ini ?
Mengapa ketika Bank NTB dinyatakan tidak bersalah, tidak ada konferensi pers? Tidak ada klarifikasi terbuka dari Gubernur? Tidak ada pernyataan maaf kepada manajemen IT yang dulu jadi korban framing? Bahkan, tidak ada pemberitaan yang viral sebagaimana ketika kabar buruk pertama kali diumbar?
Fakta ini tidak dipublikasikan secara terbuka sebagaimana hebohnya dulu saat kasus ini pertama kali diumumkan? Mengapa saat Bank NTB meraih berbagai prestasi sebagai bank daerah syariah terbaik, itu tidak dijadikan headline oleh media-media yang dulu begitu antusias menguliti kelemahannya?
Ketika Bank NTB sedikit saja “tersandung” masalah, framingnya menggelegar, diberitakan berhari-hari. Seolah-olah semua menunggu kegagalan bank ini sebagai panggung politik dan bahan jualan kekuasaan.