Liputanntb.com- NTB, tanggal 20 Maret 2025 bukan sekadar angka di kalender. Itulah hari ketika pelungguh Gubernur Lalu Bajang bersama seorang penguasa proyek berinisial AF orang kampung menyebutnya Abah Punya duduk di ruang sunyi melakukan transaksi moril dan materil. Bukan demi rakyat, tapi demi melunasi cicilan hutang Pilkada yang sampai hari itu masih membebani pundak kekuasaan.
Baca Juga:Ada Apa Pertemuan Prabowo-Megawati Bertemu 1,5 Jam, Ini yang Di Bahas Soal
Abah Punya turun tangan. Ia sepakat membantu cicilan serangan fajar Pilkada kemarin, asal beberapa syarat dipenuhi. Pertama, Kepala Dinas PU harus orangnya. Karena di situlah proyek-proyek mangkrak warisan gubernur lama masih bersarang, hutang ratusan miliar yang belum dibayar. Maka dipilihlah Satumin, kerabat Sidiman. Bukan karena otak teknisnya encer, tapi karena paling bisa dikendalikan.
Kedua, soal RSUP. Walaupun tim sukses kampung yang dulu jungkir balik angkat spanduk dan bagikan mie instan minta direktur RS itu diganti, Abah Punya tak mau. RSUP adalah dapur bisnis kesehatan dan ladang proyek AF. Lalu Bajang yang katanya gubernur perubahan, lebih memilih bungkam daripada melawan pesanan Abah. Semua demi cicilan tanggal 20 Maret.
Tim sukses kampung-an yang dulu berkoar-koar, sekarang cuma bisa teriak dari pinggir pagar. Mereka tak pernah diundang ke rapat-rapat penting, apalagi diajak bicara soal kursi jabatan. Kekuasaan dipegang elit proyek, pelungguh cuma juru bayar cicilan politik.
Mutasi kemarin bukan soal meritokrasi. Itu soal barter proyek, pengamanan bisnis, dan pelunasan utang bohir. Lalu Bajang lebih takut kehilangan restu Abah Punya daripada mengecewakan rakyat. Sementara rakyat dibuai cerita manis dari podium, kenyataannya kursi jabatan ditukar demi melunasi dosa politik masa lalu.
Catat ini, Lalu Bajang: kekuasaan itu cepat basi. Besok lusa tembok dan trotoar Lombok-Sumbawa akan bercerita. Dan orang kampung di sini tak sebodoh yang pelungguh kira.
Datu Kauman Muhajirin
Anak kampung yang paham betul bau amis dapur kekuasaan