
Aktivitas membakar sampah sembarangan ini tidak hanya berdampak buruk terhadap kesehatan dan lingkungan, tetapi juga memiliki konsekuensi hukum. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, pembakaran sampah secara sembarangan, terutama dalam skala besar, dapat dikenai sanksi pidana. UU tersebut menjelaskan bahwa pelaku yang melanggar dapat dikenakan hukuman berupa kurungan atau denda. Namun, pelaksanaan sanksi ini membutuhkan penguatan dalam bentuk peraturan daerah (Perda), yang memberikan detail spesifik terkait denda atau sanksi pidana atas pelanggaran tersebut.
Baca juga : Program Studi Hukum Bisnis Resmi Hadir di UNU NTB, Upaya Peningkatan Akses Pendidikan Berkualitas
Sebagai solusi, Aria Dirawan, M.IL., dosen Teknik Lingkungan, mengajak siswa untuk meninggalkan kebiasaan membakar sampah dan beralih ke metode yang lebih ramah lingkungan, seperti memilah, mendaur ulang, dan memanfaatkan sampah organik untuk membuat kompos. Ia juga mengingatkan bahwa setiap tindakan kecil, seperti mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, memiliki kontribusi besar dalam menjaga kesehatan lingkungan dan generasi mendatang.
“Membakar sampah bukan solusi, tetapi justru menciptakan masalah baru. Dengan mengelola sampah secara bijak, kita tidak hanya menjaga lingkungan, tetapi juga bisa mendapatkan nilai ekonomis dari sampah tersebut,” jelasnya.
Dalam praktiknya, UNU NTB memberikan contoh nyata bagaimana sampah dapat dimanfaatkan secara maksimal melalui program Bank Sampah Digital. Mahasiswa dapat mengumpulkan sampah, mendokumentasikan, dan mengunggahnya ke aplikasi My Smash. Sampah tersebut kemudian diambil oleh tim Bank Sampah dan diolah, sehingga memberikan nilai tukar berupa uang yang bisa digunakan untuk membayar SPP atau kebutuhan sehari-hari. Teknologi ini dikelola secara kolaboratif oleh Program Studi Teknik Lingkungan, Sistem Informasi, dan Ekonomi Islam.