Liputanntb.com – Polemik terkait dugaan pemalsuan gelar dan ijazah S1 yang melibatkan oknum kader atau calon legislatif (Caleg) dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Dapil IV Lombok Tengah, dengan terlapor Sahabudin, tengah menjadi perhatian publik.
Kasus ini memasuki tahap penyidikan oleh Polres Lombok Tengah dengan dasar laporan polisi dan sejumlah rujukan hukum, seperti Pasal 263 dan 264 KUHP tentang pemalsuan surat.
Pencabutan laporan oleh pelapor, Ahmad Halim, menimbulkan perdebatan. Ketua Sasaka Nusantara NTB, Lalu Ibnu Hajar, menegaskan bahwa kasus ini adalah delik umum, sehingga pencabutan laporan tidak menghentikan proses hukum.
Ia menuntut Polres Lombok Tengah untuk menegakkan supremasi hukum tanpa pandang bulu.
Menurut Ibnu, jika polisi menghentikan kasus ini (melalui SP3), akan ada risiko penurunan kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum.
Delik umum, seperti pemalsuan dokumen, tetap diproses meskipun laporan dicabut karena menyangkut kepentingan umum.
Pemalsuan ijazah dapat dijerat dengan berbagai pasal, termasuk Pasal 263 KUHP dan Pasal 69 UU Sisdiknas. Ancaman hukumannya beragam, mulai dari pidana penjara 6 tahun hingga 10 tahun, dan denda mencapai Rp2 miliar.