Liputanntb.com – Rencana Pemerintah Provinsi NTB untuk menggabungkan Dinas Sosial dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) memunculkan pro dan kontra. Sejumlah elemen masyarakat sipil, termasuk jaringan aktivis perempuan, menyuarakan kekhawatiran terkait potensi pelemahan fungsi spesifik yang selama ini dijalankan oleh DP3AP2KB, terutama dalam perlindungan anak dan pengarusutamaan gender.
Baca:NTB Darurat Keselamatan: Stop Gunakan Pick-Up Angkut Penumpang!
Namun, penting untuk melihat kebijakan ini dari perspektif penguatan kelembagaan dan tata kelola pembangunan yang lebih terintegrasi, khususnya dalam pencapaian Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG).
IPG dan IDG: Instrumen Pengukuran Kemajuan Gender
IPG dan IDG adalah dua instrumen penting yang digunakan untuk mengukur kemajuan daerah dalam mengatasi ketimpangan gender. IPG mencerminkan kesetaraan capaian perempuan dan laki-laki dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan ekonomi, sementara IDG mengukur sejauh mana perempuan memiliki kesempatan untuk terlibat dalam pengambilan keputusan, baik di ranah politik, ekonomi, maupun sosial.
Kelembagaan Pengarusutamaan Gender yang Terhambat
Selama ini, kelembagaan pengarusutamaan gender sering terhambat oleh keterbatasan anggaran, lemahnya koordinasi antar sektor, dan birokrasi yang terlalu sektoral. Penggabungan dua dinas besar ini justru berpotensi membuka jalan baru untuk mengatasi kendala tersebut. Mengapa? Karena persoalan ketimpangan gender tidak berdiri sendiri. Kekerasan terhadap perempuan dan anak, perkawinan anak, disabilitas perempuan, hingga kemiskinan struktural yang meminggirkan perempuan adalah masalah multidimensi yang selama ini juga ditangani oleh Dinas Sosial.
Tujuan Penggabungan untuk Penguatan Kelembagaan
Dengan penggabungan ini, Pemerintah Provinsi NTB berupaya memperkuat efektivitas intervensi dengan menyatukan fungsi perlindungan sosial dan pemberdayaan perempuan dalam satu sistem kelembagaan yang lebih kuat. Hal ini memungkinkan koordinasi program yang lebih erat, pemanfaatan anggaran yang lebih efisien, serta pelayanan yang lebih terpadu bagi kelompok rentan, termasuk perempuan dan anak.
Dampak Penggabungan terhadap IPG dan IDG
Jika dikelola dengan visi yang kuat, penggabungan ini berpotensi menjadi akselerator peningkatan IPG dan IDG di NTB. Di tahun-tahun sebelumnya, capaian IPG NTB masih berada di bawah rata-rata nasional, disebabkan oleh masih lebarnya gap pendidikan dan penghasilan antara perempuan dan laki-laki. Begitu pula dengan IDG yang rendah, karena keterwakilan perempuan di lembaga politik maupun posisi strategis publik masih minim. Dengan struktur yang lebih terintegrasi, kebijakan perencanaan dan penganggaran responsif gender bisa lebih optimal dilakukan, tidak lagi menjadi kerja satu dinas semata.
Langkah Konkrit yang Bisa Dilakukan