Internasional – Dari sini, Soviet terus mengembangkan teknologi nuklir. Sampai tahun 1986, terdapat empat reaktor nuklir skala besar di Chernobyl dengan kekuatan serupa. Namun, beberapa reaktor masih dalam tahap uji coba.
Dikutip dari The Guardian, uji coba yang dimaksud adalah pengujian sistem pendinginan tanpa henti. Reaktor nuklir harus senantiasa dalam kondisi dingin, sehingga pasokan air wajib tersedia 24 jam dalam 7 hari. Jika tidak, reaktor dapat mengalami overheating dan berpotensi meledak (The Guardian, 2019).
Dalam kasus Chernobyl, tim nuklir Soviet berupaya melakukan uji coba untuk mengetahui apakah turbin dapat terus mengalirkan air pendingin setelah kehilangan daya listrik utama. Uji coba ini dilakukan pada 26 April 1986. Secara teori, air akan terus dipompa oleh sisa putaran turbin untuk mendinginkan inti reaktor. Dari sini, tim ingin mengetahui berapa lama turbin bisa mempertahankan aliran pendingin tanpa listrik eksternal.
Sayangnya, saat tes dilakukan, banyak pihak yang terlibat tidak kompeten dan bersikap menutup diri terhadap masukan. Hal ini terutama terjadi pada Deputi Kepala Teknisi Anatoly Stepanovich Dyatlov dan Kepala Teknisi Nicholai Fomin.
Mengutip buku Chernobyl: 01:23:40 (2014) karya Andrew Leatherbarrow, Fomin mengabaikan kenyataan bahwa daya reaktor hanya tersisa 200 megawatt, jauh di bawah batas minimal 700 megawatt untuk operasi aman (Leatherbarrow, 2014). Namun, Dyatlov tetap memaksa agar tes dilakukan malam itu juga. Para teknisi yang sebenarnya sudah menyerah dipaksa melanjutkan uji coba di bawah ancaman mutasi jabatan.
Di sinilah petaka bermula.
Saat malam berganti, teknisi akhirnya menyalakan generator. Turbin air pun mulai mengalirkan pendingin. Namun, tak lama kemudian, daya generator menurun drastis dan tidak mampu mempertahankan aliran pendinginan. Akibatnya, suhu inti reaktor meningkat tajam. Ketika ini terjadi, teknisi mencoba menekan tombol SCRAM — sebuah perintah darurat untuk menghentikan reaktor dengan memasukkan batang kendali. Sayangnya, tombol ini tidak berfungsi karena jarang diperiksa.
Bencana pun terjadi: suhu inti reaktor melonjak hingga 3.000 derajat Celsius dan akhirnya meledak dengan dahsyat.
Saat radiasi menyebar, sebagian besar warga masih terlelap. Akibatnya, mereka terpapar radiasi tingkat tinggi tanpa sempat melarikan diri. Instrumen pengukur radiasi pun gagal mengukur tingkat kontaminasi karena melebihi batas alat.
Keesokan paginya, warga mulai menyadari keanehan, dengan debu aneh bertebaran di udara. Ternyata, itu adalah partikel-partikel radioaktif dari reaktor.
Menurut BBC, sekitar 90 ribu orang diperkirakan meninggal dunia akibat efek jangka panjang radiasi Chernobyl (BBC, 2016). Selain itu, sekitar 600 ribu orang lainnya terpapar radiasi namun tidak meninggal. World Health Organization (WHO) mencatat bahwa radiasi dari ledakan ini tersebar hingga sejauh 200.000 kilometer, mencemari sebagian besar wilayah Eropa (WHO, 2006).
Chernobyl hingga kini masih menjadi zona eksklusi, diperkirakan tidak akan bisa dihuni manusia setidaknya selama 20.000 tahun akibat tingkat radiasinya yang ekstrem.
Foto: Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Chernobyl, Ukraina (World Nuclear Association).