Wali nyatoq biasanya dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan wali yang dianggap memiliki peran besar dalam membimbing masyarakat ke jalan Islam. Acara ini juga sering kali diisi dengan doa bersama, pembacaan ayat suci Al-Qur’an, dzikir, dan tahlil.
Makna dan Tujuan
- Spiritualitas: Tradisi ini memperkuat hubungan spiritual antara masyarakat dengan wali dan Allah SWT.
- Budaya: Wali nyatoq juga menjadi cara untuk melestarikan tradisi dan identitas masyarakat Sasak.
- Penyatuan: Kegiatan ini sering menjadi ajang berkumpul bagi masyarakat, mempererat tali silaturahmi di antara warga.
Pelaksanaan
Tradisi ini biasanya dilakukan pada momen-momen tertentu, seperti Maulid Nabi, bulan Ramadhan, atau hari-hari besar Islam lainnya. Masyarakat datang bersama-sama ke makam wali, membawa sesaji tradisional seperti makanan khas Lombok untuk kemudian didoakan dan dinikmati bersama.
Wali nyatoq adalah cerminan perpaduan antara nilai-nilai Islam dan budaya lokal yang masih hidup dan dilestarikan oleh masyarakat Desa Dewali hingga saat ini.
Asal Usul Nama Sasak
Kata “Sasak” diduga berasal dari istilah “sak-sak,” yang berarti berjalan dengan cepat dalam bahasa lokal. Pendapat lain mengaitkan kata ini dengan tulisan kuno di lontar yang menyebutkan “sa’-saq,” yang memiliki arti simbolik terkait perjalanan leluhur.
Asal Usul Masyarakat Sasak
Masyarakat Sasak diyakini berasal dari kelompok Austronesia yang bermigrasi dari daratan Asia ke kepulauan Nusantara ribuan tahun lalu. Mereka membawa tradisi maritim, bercocok tanam, serta kepercayaan animisme dan dinamisme sebelum agama-agama besar masuk.
Pengaruh Hindu-Buddha
Pada abad ke-8 hingga abad ke-14, pengaruh Hindu-Buddha cukup kuat di Lombok, yang terlihat dari peninggalan kerajaan-kerajaan seperti Kerajaan Selaparang. Sasak pada masa ini sudah memiliki sistem pemerintahan lokal dan kebudayaan yang kaya, seperti tradisi seni dan sastra lontar.
Masuknya Islam
Islam mulai masuk ke Lombok pada abad ke-16 melalui para pedagang dan penyebar agama dari Jawa, Sulawesi, dan Makassar. Proses Islamisasi berjalan damai, dan masyarakat Sasak mengadopsi Islam dengan tetap mempertahankan unsur-unsur adat yang disebut Wetu Telu, sebuah perpaduan unik antara Islam, Hindu, dan tradisi lokal.