Namun, hubungan ini tidak selalu negatif. Pendidikan juga bisa menjadi alat perlawanan terhadap kekuasaan yang menindas. Para pemikir besar seperti Paulo Freire menekankan pentingnya pendidikan sebagai proses pembebasan, di mana individu diajak untuk berpikir kritis dan melawan ketidakadilan.
Sayangnya, kesenjangan akses pendidikan yang adil masih menjadi tantangan. Ketika kekuasaan lebih berpihak pada elite, pendidikan dapat menjadi eksklusif, memperlebar jurang antara yang kaya dan miskin. Oleh karena itu, penting untuk merefleksikan bagaimana pendidikan dapat digunakan sebagai kekuatan transformasi sosial yang inklusif, bukan sekadar instrumen kekuasaan.
Di tangan yang tepat, pendidikan mampu menciptakan masyarakat yang lebih adil, kritis, dan berdaya. Namun, ketika dimonopoli oleh kekuasaan, ia justru dapat memperkuat ketimpangan. Pertanyaannya, bagaimana kita memastikan pendidikan menjadi alat pembebasan, bukan pengekangan? Inilah tantangan besar yang harus dijawab bersama.
Penulis: Baiq Azmi Sukroyanti (Mahasiswa Pascasarjana S3 Undiksha).
Page: 1 2
Liputanntb.com - Kenaikan UMP 2025 sebesar 6,5% merupakan langkah positif dalam meningkatkan kesejahteraan pekerja. Namun,…
Liputanntb.com - Proses seleksi calon komisaris Bank NTB Syariah telah mencapai tahap akhir. Sebanyak 30…
Lombok Tengah, – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan telah terjadi gempa bumi dengan magnitudo…
Liputanntb.com - Pemerintah provinsi Nusa Tenggara Barat diperkirakan akan mengeluarkan dana sebesar Rp20 triliun untuk…
Liputanntb.com - Sebuah video yang menampilkan sejumlah jemaah haji Indonesia diturunkan dari bus dan koper…
Liputanntb.com - MATARAM – Pojok NTB menggelar dialog publik di Meeino Warking, Kota Mataram pada…