tajam terpercaya

Perkawinan Anak : Ketika Tradisi Menyimpang dari Tujuan

liputanntb – Perjalanan menuju SMAN 2 Bayan, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara (KLU), memang cukup panjang dan berliku. Berjarak sekitar 76 km dari Kota Mataram, perjalanan hari itu dipenuhi tantangan, dengan hujan deras dan angin kencang yang tak henti menerpa. Meskipun demikian, semangat tim UNU LiterAction! dari Universitas Nahdlatul Ulama (UNU NTB), tidak surut. Mereka adalah Husna Fatayati, S.Si., M.Sos., M. Yaqub, S.H.I., M.E., (Ketua Prodi Ekonomi Islam UNU NTB) serta Khaerul Anam, S.Pd., M.Fis, AlFO-Fit, (Dosen PJKR UNU NTB), yang tetap melangkah penuh semangat demi mengemban tugas mulia, yaitu menyampaikan pesan penting terkait pencegahan perkawinan anak langsung kepada para pelajar di SMAN 2 Bayan

3628279735105432 google.com, pub-3628279735105432, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Kedatangan tim UNU LiterAction! kemudian disambut dengan hangat oleh Munaam, S.Pd, Kepala SMAN 2 Bayan yang muda, inovatif, dan menginspirasi. Dalam wawancara singkat, Munaam menyampaikan apresiasi atas kedatangan tim UNU LiterAction! dan memuji pentingnya edukasi yang dibawa. “Kami menyambut dengan penuh harapan kedatangan tim UNU LiterAction! untuk memberikan pemahaman lebih lanjut mengenai pentingnya pencegahan perkawinan anak. Ini adalah langkah nyata untuk memajukan generasi muda di Lombok Utara,” ujar Munaam.

Beliau juga dikenal sebagai sosok kepala sekolah yang memiliki gebrakan berbeda, salah satunya dengan meliburkan muridnya pada setiap peringatan Mulud Adat Bayan, sebuah tradisi Maulid Nabi yang sangat dihormati di Lombok Utara. Dalam peringatan ini, masyarakat Bayan melaksanakan ritual adat yang disebut Sareat (Syari’at) yang berlangsung dua hari setelah kalender Islam Maulid Nabi pada 12 Rabiul Awal, tepatnya pada 14 hingga 15 Rabiul Awal. Ritual ini merupakan bagian dari upaya melestarikan adat istiadat yang kaya akan kearifan lokal masyarakat Bayan.

Meskipun tradisi ini menunjukkan kekuatan budaya dan kearifan lokal, disisi lain, terungkap tingginya angka perkawinan anak di KLU masih menjadi masalah serius yang harus dihadapi. NTB sendiri masih menunjukkan angka perkawinan anak tertinggi dari seluruh provinsi di Indonesia. Merariq, salah satu budaya unik lainnya di Lombok, disinyalir sebagai penyebab utama tingginya perkawinan anak di NTB. Merariq merupaka salah satu tradisi perkawinan yang cukup unik, dilakukan dengan cara calon mempelai laki-laki harus melarikan atau menculik calon mempelai wanita sebelum melakukan ritual pernikahan. Calon mempelai wanita yang diculik selanjutnya akan dibawa dan disembunyikan di rumah keluarga pihak ketiga dari si laki-laki. Merariq merupakan bukti seorang laki-laki memiliki keberanian untuk menjadikan seorang perempuan sebagai istrinya. Namun, sayangnya, masyarakat seringkali keliru dalam memaknai tradisi ini dan mengawinkan anak-anak mereka yang masih di bawah umur, yang tentunya bertentangan dengan hukum di Indonesia.

Menurut Husna, dalam pemaparannya dihadapan ratusan siswa SMAN 2 Bayan, perkawinan di Indonesia hanya diizinkan jika pria dan wanita sudah berusia 19 tahun, sesuai dengan UU Nomor 16 Tahun 2019 yang mengubah UU No. 1 Tahun 1974.

Merariq seharusnya hanya dilakukan oleh pasangan yang sudah berusia dewasa, yang telah memiliki kesiapan mental hingga finansial yang matang.

“Tradisi Merariq sering kali disalahgunakan dengan melibatkan anak-anak yang belum cukup umur, yang secara hukum didefinisikan sebagai individu yang belum mencapai usia 18 tahun. Hal ini juga didorong oleh tekanan sosial yang menganggap bahwa menikahkan anak di bawah umur adalah cara untuk menjaga kehormatan keluarga atau menghindari masalah sosial lainnya, seperti kehamilan di luar nikah”, ungkapnya.

Seharusnya  peran orang tua disini adalah membimbing dan mendidik anak-anaknya agar fokus melanjutkan pendidikan, bukan dinikahkan. Perkawinan anak seringkali terjadi atas dasar keputusan keluarga, dan karena usia yang masih sangat muda, rumah tangga yang dibangun pun seringkali tidak dapat berjalan dengan baik. Keluarga besar seringkali ikut campur dalam urusan rumah tangga, yang dalam ilmu sosiologi keluarga dapat menjadi pemicu keretakan hubungan suami istri dan berujung pada perceraian. Mereka yang menikah dengan harapan keluar dari himpitan ekonomi, malah terpaksa kembali kepada keluarga mereka setelah bercerai, membawa anak-anak mereka, dan akhirnya keluarga yang tadinya sudah miskin bertambah miskin.

“Namun, ada juga yang menikah karena sudah terlanjur bucin. Dek.. cinta itu gak selamanya indah, dek..”, tambahnya yang kemudian disambut dengan gelak tawa para siswa.