Oleh: Dr. H. Ahsanul Khalik – Staf Ahli Gubernur NTB Bidang Sosial Kemasyarakatan
Mataram — Banjir besar yang melanda Kota Mataram dan sebagian wilayah Lombok Barat pada 6 Juli 2025 bukan hanya meninggalkan jejak air yang menggenangi pemukiman, tetapi juga menghadirkan cermin bagi kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana: bagaimana merespons, bertahan, lalu bangkit kembali.
Dalam beberapa hari setelah banjir, Pemerintah Provinsi NTB bersama Pemerintah Kota Mataram bergerak cepat. Status Tanggap Darurat Bencana ditetapkan. Segenap kekuatan pemerintah, TNI/Polri, relawan, dan masyarakat disinergikan.
Ketua MPR RI, H. Ahmad Muzani, turut hadir menyalurkan bantuan senilai Rp380 juta. Namun lebih dari itu, ia menyampaikan pesan yang menggugah:
“Negara hadir bukan hanya ketika air datang, tapi juga ketika harapan masyarakat mulai menipis. Tapi kita harus bersama-sama membangun kesadaran bahwa bencana bukan alasan untuk menyerah, apalagi bergantung terus-menerus.”
Masa Pemulihan: Mengurangi Ketergantungan, Memantik Kemandirian
Pemulihan pascabencana bukan semata soal besaran bantuan, melainkan tentang seberapa cepat masyarakat bisa keluar dari ketergantungan. Pemulihan harus menjadi momentum menuju kemandirian, bukan memperpanjang antrean penerima bantuan. Pemerintah hadir bukan sebagai penyalur semata, tetapi pemantik semangat gotong royong.
Dalam konteks itu, keputusan tidak memperpanjang masa tanggap darurat oleh Pemerintah Provinsi NTB menjadi sangat penting. Inilah upaya mendorong masyarakat kembali ke kekuatan dan daya hidupnya sendiri. Pemulihan sosial yang kuat hanya bisa lahir dari ketangguhan lokal, bukan dari ketergantungan struktural.
Fakta Lapangan: Masyarakat Mulai Bangkit
Hingga 13 Juli 2025, kondisi lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah terdampak telah memasuki fase akhir darurat. Evakuasi dan pembersihan hampir tuntas, fasilitas kesehatan dan pendidikan sudah kembali beroperasi, dan permintaan logistik pun mulai menurun. Bahkan, sebagian besar warga telah secara swadaya membersihkan rumah dan lingkungan sejak hari ketiga pascabanjir.
Namun ada catatan penting: masih ada gejala ketergantungan di beberapa titik, khususnya dalam distribusi bantuan. Sebagian warga terlihat masih menunggu bantuan logistik, padahal kondisi memungkinkan mereka memenuhi sendiri kebutuhan dasar.
Pada titik ini, kebijakan publik harus mampu membaca momentum: bukan memperpanjang masa darurat, melainkan menegaskan bahwa fase pemulihan mandiri telah dimulai.