Oleh: H. Abdul Ali Mutammima Amar Alhaq, S.Sos – Pegiat Lari & Anggota Komunitas Runjani Lombok
Setiap pelari tahu: tak ada langkah yang sia-sia selama kita terus bergerak.
Seperti hidup itu sendiri, lari bukan semata perlombaan menjadi yang tercepat di garis akhir—melainkan tentang perjalanan untuk bertahan. Bertahan melewati napas yang memburu, otot yang menjerit, dan pikiran yang kerap ingin menyerah.
Kini, Runjani genap sembilan tahun.
Angka yang mungkin tak besar dalam ukuran sejarah, tetapi cukup panjang untuk menorehkan jejak bermakna. Runjani bukan hanya kumpulan orang yang suka olahraga lari. Ia telah menjadi ruang bertumbuh, wadah pemulihan, dan rumah persaudaraan bagi ratusan jiwa dari berbagai latar kehidupan.
Langkah Sederhana yang Menjadi Gerakan Besar
Runjani lahir dari semangat yang tulus. Didirikan pada 29 Juli 2016, komunitas ini tumbuh dari segelintir orang yang rutin berlari pagi dan sore—mengajak masyarakat hidup sehat lewat langkah kaki. Perlahan tapi konsisten, jumlahnya bertambah.
Hari ini, lebih dari 900 orang telah bergabung, dan sekitar 200 pelari aktif mengikuti agenda rutin Wednesday Night Run (WNR). Runjani pun menjelma sebagai komunitas lari terbesar di Nusa Tenggara Barat, dengan gema langkah yang sudah terdengar hingga ajang nasional bahkan internasional.
Namun, apa rahasia keberlanjutan ini?
Mungkin jawabannya terletak pada makna lari itu sendiri—yang melampaui sekadar fisik.
Lari: Gerak Tubuh, Perjalanan Jiwa
Bagi sebagian orang, lari adalah angka: jarak, durasi, elevasi, pace.
Namun bagi yang lain, lari adalah kontemplasi dalam gerak—sebuah bentuk pelatihan batin yang mengajarkan ketekunan, kesabaran, ketulusan, dan kejujuran… terutama pada diri sendiri.
Saat berlari, kita berhadapan langsung dengan keterbatasan tubuh, pergulatan pikiran, dan dialog batin yang tak terucap.
Tak heran bila banyak pelari menyebut lari sebagai terapi: menyembuhkan dalam diam, memulihkan dalam sunyi.
Bagi penulis, lari adalah ruang hening yang bergerak. Tempat berdamai dengan banyak hal yang sulit dijelaskan dengan kata-kata.
Dan di Runjani, ruang itu menjadi kolektif. Kita menyembuhkan diri—bersama-sama.