“Kami percaya, anak-anak lebih paham kalau diajarkan lewat pengalaman. Tradisi seperti ini adalah ruang belajar nilai kehidupan yang berjalan alami,” ujarnya.
Tradisi ini selaras dengan teori rites of passage yang dikemukakan Arnold van Gennep (1960). Menurutnya, setiap perubahan status sosial manusia, seperti pernikahan, memiliki tahapan integrasi kembali ke dalam komunitas sosial baru, yang disebut reintegration atau incorporation.
Senada dengan itu, Dr. Lalu Wiratmaja, peneliti budaya Sasak dalam kutipan, menyebut bejango sebagai sarana pendidikan spiritual, sosial, dan kultural yang hidup secara kolektif.
“Tradisi Sasak tidak hanya simbol, tetapi juga sistem nilai yang mendidik,” tulisnya dalam studi antropologi budaya Lombok.
Fahmi berharap tradisi ini tak hanya dipertahankan sebagai warisan, tetapi juga dikenalkan secara aktif di lingkungan pendidikan. Ia menilai, Kurikulum Merdeka dan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) sangat cocok menggunakan pendekatan budaya lokal.
Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) resmi merilis petunjuk teknis (Juknis) terbaru tentang sertifikasi…
Menghidupkan Semangat Literasi dari Resto Bukit Pesona Nusantara Pada Rabu kemarin, 4 Juni 2025, Himpunan…
Qurban Jadi Momen Menggetarkan Hati di Monjok Mataram, NTB — Suasana haru dan sakral mewarnai…
Pengorbanan Sejati dalam Sholat Idul Adha di Kota Mataram Kota Mataram – Ratusan jamaah memadati…
CSR BRI Insurance Tebar Kebaikan Idul Adha 1446 H Dalam rangka memperingati Hari Raya Idul…
Siap Majukan Olahraga Sejak Dini, KKG PJOK Fokus pada Karakter dan Mental Siswa Mataram –…