Liputanntb.com – Universitas Bandung (UB) saat ini menghadapi krisis keuangan yang serius, ditandai dengan keterlambatan pembayaran gaji dosen dan staf hingga tujuh bulan.
Situasi ini dipicu oleh penutupan tiga program studi di Fakultas Administrasi dan Bisnis, yang menyebabkan pendapatan universitas menurun drastis.
Untuk menutupi biaya operasional yang mencapai sekitar Rp400 juta per bulan, Yayasan Bina Administrasi (YBA)—badan pengelola UB—telah mengambil langkah-langkah darurat, termasuk menjual aset seperti mobil dan berencana menjual gedung kampus 1 di Cipagalo seharga Rp25 miliar.
Selain itu, universitas memiliki utang sekitar Rp10 miliar kepada Bank Negara Indonesia (BNI).
Ketua YBA, Uce Karna Suganda, menyatakan bahwa pihaknya sedang mencari investor atau yayasan lain yang bersedia mengambil alih pengelolaan universitas dengan dana sekitar Rp18 miliar, termasuk untuk operasional dan penyelesaian utang.
Salah satu opsi yang dipertimbangkan adalah bekerja sama dengan yayasan lain untuk membentuk Universitas Bandung International (UBI), yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk mendapatkan dua ijazah dan empat sertifikat dengan kuliah di Indonesia dan Malaysia.
Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LL Dikti) Wilayah IV telah mengadakan audiensi dengan YBA dan menegaskan bahwa jika masalah ini tidak segera diselesaikan, UB berpotensi ditutup.
LL Dikti juga menekankan bahwa hak-hak mahasiswa harus dipenuhi, termasuk memfasilitasi mereka yang ingin pindah ke universitas lain.
Para dosen dan staf yang belum menerima gaji merasa sangat dirugikan dan meminta kejelasan mengenai pembayaran yang tertunda.
Sementara itu, orang tua mahasiswa berharap universitas dapat segera menemukan solusi agar proses pendidikan anak-anak mereka tidak terganggu.
Situasi ini memerlukan perhatian serius dari semua pihak terkait untuk memastikan keberlanjutan operasional Universitas Bandung dan kesejahteraan dosen, staf, serta mahasiswa yang terlibat.